Senin, 26 Agustus 2013

Jenis Lebah untuk terapi

Jenis Lebah Yang dapat digunakan untuk terapi

Salah satu binatang yang cukup 'populer' untuk pengobatan adalah lebah. Meski menyakitkan, sengat lebah terbukti dapat menyembuhkan sejumlah penyakit. Drs. Wima Mulaji Harsono menuturkan terapi sengat lebah kerap disebut dengan aphytherapy, yaitu terapi pengobatan dengan lebah beserta produk-produknya. Yang dimaksud dengan produk lebah sendiri ada 13 macam, misalnya madu, bee pollen, atau royal jelly.

Nama lain untuk terapi kesehatan yang menggunakan lebah adalah bee venom therapy.

Terapi Lebah
Terapi lebah







"Pasalnya venom atau racun dalam perut lebah mengandung 121 zat kimia yang aktif. Tapi yang baru diteliti sebanyak 40, salah satunya melitin yang bisa mencegah peradangan, jamur, dan bakteri. Melitin ini bersifat melenturkan saraf," tandas Drs. Wima yang mengenyam pendidikan akupuntur umum dan akupuntur kecantikan di Yayasan Akupuntur Indonesia seperti ditulis Rabu (21/8/2013).

Namun lulusan Pendidikan Biologi, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto ini mengungkapkan terapi sengat lebah ini berbeda dengan terapi kesehatan lainnya karena bersifat kontinuitas alias bertahap. Sebelum diterapi pun, daya tahan tubuh dan risiko alergi si calon pasien akan dideteksi terlebih dulu.

Caranya dengan menyengatkan lebah ke tengkuk si calon pasien lalu ditunggu reaksinya selama lima menit. Mengapa di tengkuk? "Karena pada tengkuk terdapat kelenjar hipotalamus yang merupakan kelenjar kehidupan. Lagipula bagi orang yang memiliki tekanan darah di bawah 100 tidak bisa diterapi," terang pria kelahiran Wonosobo ini.

Jika memperlihatkan reaksi yang tidak diinginkan, tentu saja terapi sengat lebah ini tak dapat dilanjutkan atau diberikan pada pasien yang bersangkutan.

Lalu apakah segala jenis lebah dapat digunakan untuk terapi? Ternyata tak sembarang lebah dipakai oleh Drs. Wima untuk menangani pasien-pasiennya. "Lebah yang digunakan adalah jenis mellifera dan cerana. Kandungan venomnya sama, hanya kekuatannya saja yang berbeda. Mellifera memiliki dosis yang lebih besar. Venom satu ekor mellifera setara dengan dua sampai tiga ekor cerana. Kedua lebah ini digunakan karena venomnya bisa diterima tubuh," ungkap pria yang mengaku belajar terapi lebah sejak tahun 2002 tersebut.

"Sebenarnya ada jenis lain yaitu dorsata (tawon gung) yang ada banyak di Jawa, juga indika yang banyak di Kalimantan tapi tidak digunakan karena venomnya tidak bisa diterima tubuh. Lagipula sengatan dorsata bisa membuat orang tiga hari tiga malam menggigil dan bengkak," imbuhnya.

Bagaimana prosedur terapi dilakukan? Menurut keterangan Drs. Wima, saat pengobatan, lebah hanya ditempelkan sebentar ke kulit, lalu diangkat. Ketika menyengat, 'sting'-nya (yang berbentuk seperti jarum) akan tertinggal di kulit.

"Jadi bukan lebah ditempel dalam waktu lama. Yang terasa nyelekit itu 'sting'-nya, yang memompa venom karena lebahnya kan sudah diangkat. Jadi, setiap lebah ditempelkan di satu titik, lalu diangkat lebahnya, kemudian lebah lain ditempelkan lagi (untuk menyengat) dan diangkat lagi, begitu seterusnya," jelas pria berusia 43 tahun tersebut.

Drs. Wima menambahkan lebah yang dimanfaatkan dalam terapi pengobatan itu layaknya sebuah suntikan. Toh setelah menyengat, dua atau tiga jam kemudian lebah itu akan mati karena saat menyengat rektum atau poison glandnya (kelenjar racun) akan putus sehingga ia tidak bisa mencerna makanan lagi.

Sedangkan 'sting' lebah yang tertinggal di kulit tak hanya bertugas menyuntikkan venom tapi juga memompanya agar masuk perlahan ke dalam tubuh. Biasanya butuh waktu satu sampai dua menit agar venom dapat terpompa masuk secara keseluruhan ke tubuh.

"Proses pemompaan ini berguna bagi terapi untuk anak kecil yang membutuhkan dosis rendah. Jadi, saat sting menempel beberapa menit, sting akan diambil. Tapi bagi orang dewasa, ada yang ingin mencabut stingnya ketika di rumah supaya venom yang dimasukkan bisa maksimal," tambah pria yang juga membuka klinik di Green Clinic, Bekasi ini.

Kendati sejumlah orang telah merasakan manfaat terapi ini, namun kalangan medis masih membutuhkan adanya penelitian ilmiah. Seperti yang dikemukakan dr H Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, FINASIM, FACP. Menanggapi adanya terapi sengat lebah itu, staf pengajar FK Universitas Indonesia tersebut mengatakan, "Prinsipnya kalau secara medis itu pengobatan ya dalam bentuk obat, penelitiannya sudah dipublikasikan secara internasional sebagai bukti medis. Kalau di luar itu ya itu alternatif pasti orang medis tidak ada yang setuju."

"Untuk terapi sengat lebah juga sama saja karena itu termasuk dalam pengobatan alternatif," tutupnya

Souce : (Detik Health)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer